Lembur Singkur

Kumpulan Karya Pendidikan dan Budaya

Resensi Buku: BELAJAR MENJADI MANUSIA MERDEKA DARI TAN MALAKA

Posted by lembursingkur pada Desember 14, 2023

“ Siapa ingin merdeka harus bersedia dipenjara.”

Dari Penjara ke Penjara merupakan buku sejarah hidup Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang ditulis secara pribadi ketika beliau berada dalam penjara. Hampir sebagian hidup Tan Malaka dihabiskannya di dalam penjara, akibat aktivitas politiknya yang anti kolonialisme. Buku ini terdiri dari Tiga jilid, dimana jilid pertama ditulis oleh beliau ketika berada di Penjara Magelang. Namun pada kenyataannya, Tan Malaka tidak hanya dipenjarakan oleh pemerintah kolonial, tapi juga oleh pemerintahan bangsanya sendiri yang berbeda posisi politik dengan beliau. Jilid pertama ini mengisahkan kehidupan beliau disekitar masa pemenjaraan oleh pemerintah Hindia Belanda dan Filipina.

Meski dalam penjara, Tan Malaka tetap memiliki kebebasan untuk berpikir dan menghasilkan catatan buah pikir beliau.  Meskipun tengah berada di balik jeruji, Tan Malaka masih tetap berusaha untuk mendobrak semangat perjuangan rakyat Indonesia. Bagi Tan Malaka, barang siapa yang ingin menikmati hakikat dari kemerdekaan secara utuh, maka ia pun harus ikhlas serta tulus untuk menjalani pahit serta getirnya hidup terpenjara.

Buku Dari Penjara ke Penjara  merupakan buku autobiografi yang ditulis oleh Tan Malaka sepanjang hidupnya. Pada mulanya, beliau  enggan untuk menuliskan kisah hidupnya atau siapa dirinya, karena bagi Tan Malaka biarlah semangat serta pemikirannya saja yang diwariskan pada generasi selanjutnya. Baginya menuliskan kisah hidup  pribadinya bukan hal yang disukainya.

Tan memilih untuk memberi judul bukunya Dari Penjara ke Penjara, karena tentu hal tersebut tidak lepas dari pergumulan hidup Tan Malaka sendiri. Sebagai seorang tokoh revolusioner, Tan Malaka memang kerap berpindah dari penjara satu ke penjara lainnya.

Meskipun buku ini tidak berisi mengenai rincian dari detail seluruh kehidupan Tan, akan tetapi sesuai dengan tujuan Tan, buku ini tetap sarat dengan makna serta inspiratif bagi pembaca. Meskipun pemikiran dan ideologi beliau sering dianggap tak sejalan dengan pemerintah Republik Indonesia pada masa Orde Lama. Orla memandang pemikiran Tan Malaka cenderung sosialis kiri sehingga beliau sering dicap sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia). 

Dari buku autobiografi pertama ini kita dapat mengenali latar belakang Tan Malaka. Masa kecil Tan Malaka ia habiskan di daerah Suliki atau saat ini daerah tersebut dikenal sebagai Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Tan berasal dari keluarga Minangkabau yang taat, nama aslinya ialah Ibrahim anak yang cukup rajin mengaji ke masjid setiap sore, seperti kebiasaan anak-anak Minangkabau di zaman dahulu.

Di masa remaja, Tan berkesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Kweekschool Bukittinggi atau disebut pula sebagai sekolah Batu Raja. Di sekolah tersebut, ia bertemu guru bernama Horensma yang mendorong Tan untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda. Berkat gurunya tersebut, Tan Malaka pun berhasil ke Belanda untuk melanjutkan sekolah.  Usai selesai mengenyam pendidikan di Belanda, Tan Malaka kemudian kembali ke Indonesia dan bekerja di salah satu perkebunan di Deli sebagai guru yang mengajar para buruh perkebunan tersebut.

Pada saat dia menjadi guru di perkebunan yang ada di Deli inilah, Tan melihat penghisapan yang terjadi oleh  pemilik modal pada kaum murba atau rakyat kecil. Nampak dalam kalimat pada bab 6 dengan judul Di Deli, halaman 64: Goudland, tanah emas, surga buat kaum kapitalis. Tetapi tanah keringat air mata maut, neraka untuk kaum proletar. Dalam catatannya Tan menyatakan bahwa ia berada di Deli dari Desember 1919 sampai Juni 1921. 

Dalam perjalanannya, Tan Malaka berjumpa dengan tokoh-tokoh pejuang lain yang mempengaruhi gerak pikir dan gerak juang beliau. Sebagai pejuang, tantangan yang dihadapi Tan Malaka tidaklah sedikit. Namun, ketabahan, semangat, daya juang, dan keterbukaan pikiran yang membuat Tan Malaka mampu menjalaninya dengan baik. Karena keluasan pandangan dalam melihat sebuah perjuangan pada masa itu, Tan Malaka sering diminta untuk berbicara di depan forum-forum pejuang. Bahkan, ketika berada di luar negri pun beliau diminta untuk menyampaikan pandangannya. 

Karena wawasannya yang luas inilah, Tan Malaka namanya melejit di Indonesia, bahkan di dunia.  Tan Malaka adalah seorang revolusioner yang percaya pada dua hal, yakni ilmu pengetahuan dan organisasi. Selain itu tan juga mempunyai pribadi yang mampu berpijak pada kenyataan, melihat di sekelilingnya. Karena itulah, dia menjadi guru untuk memberikan penerangan atau pelita pada para muridnya tentang martabat manusia, meskipun sebagai manusia yang terjajah. Melalui pengajarannya beliau menyadarkan para muridnya bahwa harkat manusia itu sama, tak ada yang membedakan. Sementara dunia kala itu masih melihat warna kulit, agama, kedudukan sebagai kaum penjajah, dan kaum jajahan. Kemanusiaan dilihat dari kelas-kelas. 

Tan Malaka adalah seorang markis yang terkemuka pada masanya. Kendati menjadi seorang marxis, tetapi cara berpikirnya selalu memijak bumi. Mengerti akan keadaan di sekitarnya dan lingkungannya. Dia mampu berkomunikasi dengan orang yang cerdik cendekia, dan dia pun mampu berkomunikasi dengan rakyat jelata, seperti para kuli kontrak yang kala itu dianggap sebelah mata. 

Tan lahir di tengah dunia yang mulai menggugat penjajahan. Pada  saat itu, kaum muda tampil ke depan sebagai penggerak. Terlebih karena Tan Malaka juga mempunyai latar belakang pendidikan Barat yang terbuka pada ideologi-ideologi dunia, salah satunya Marxisme. Karena itu, tak heran kalau Tan memiliki kemampuan berbicara dalam beberapa bahasa, seperti bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Rusia, Filipina, dan bahasa lainnya.

Karena keberaniannya mengeritik pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun  pemerintahan Republik Indonesia di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia, maka perjalanan hidupnya tak jauh dari penjara. Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia dan secara tidak henti-hentinya diancam dengan tahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun jelas disingkirkan, Tan Malaka memainkan peranan intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan komunis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara.

Buku Dari Penjara ke Penjara mengajarkan kepada kita artinya pembelajaran dengan keterbukaan pikiran untuk menghargai juga ideologi orang lain. Memberikan wawasan tentang perjuangan pada masa pra-kemerdekaan dari para pendiri negeri ini. Memberikan kesadaran kepada kita tentang nasionalisme untuk memberi arti walaupun kecil pada masa kemerdekaan sekarang dengan melakukan peran kita sesuai eksistensi diri kita.  Menyatakan kepada kita arti dari pendidikan untuk generasi bangsa ini agar lebih luas wawasan dan meningkatkan martabat bangsa. 

Namun, buku ini tak mudah,  sekali membaca belum tentu mengerti dan memahaminya. Bahasa yang digunakan dalam ini sulit dipahami bagi orang-orang yang belum terbiasa membaca buku yang berbahasa campuran melayu dan Belanda. Banyak kalimat dan kata-kata dalam bahasa Belanda yang tidak ada penjelasan atau artinya. Baik bila buku ini menyertakan glosarium untuk memudahkan pembaca mengerti arti kata-kata sukar. 

Buku ini direkomendasikan bagi para remaja agar mengerti perjuangan pahlawan. Selain itu, juga buku ini cocok dibaca oleh orang penyuka sejarah dan biografi. Terlebih buku ini, baik bila dibaca oleh para politikus agar lebih dapat memahami makna perjuangan para pendiri negeri ini sehingga menjadi inspirasi saat menjadi politisi di negeri ini.  Dengan membaca buku ini kita diajak untuk lebih menghargai para pahlawan dengan cara mereka sendiri untuk memperjuangkan kedaulatan bangsa dan negara. Dari tan Malaka kita belajar menjadi pribadi merdeka yang bermartabat, pikiran terbuka, tidak picik, dan pastinya mencintai nusa dan bangsa. 

(Enung Martina)

Tinggalkan komentar