Suaka, Kedai Kopi dan Pustaka
(logo suaka ‘ Maung Suaka’ by Hendri Santosa)
Sedia kopi dan pustaka di pekarangan belakang. Biasanya dari 18:00-23.59. – Jl.Rawa Buntu Utara G1/14. Sektor 1.4 BSD – Tangerang Selatan, Banten (https://www.instagram.com/bersuaka/)
Nama kedai ini Suaka. Kata suaka kalau dilihat dari makna leksikalnya adalah bentuk perlindungan (flora-fauna, budaya), tempat mengungsi (berlindung), tempat menumpang hidup.
Sesuai namanya , maka setelah 3 hari buka, seekor kucing liar datang meminta perlindungan di Suaka. Diberilah nama Si Maung (harimau) seperti logo yang dibuat Mas Hendri, Maung Suaka. Cocok bukan? Kebetulan? Menurut falsafah orang Sunda, Bapak Joseph Nahrowi (ayah penulis): Teu aya ngarana kabeneran, sagala dikersakeun ku Gusti (tak ada namanya kebetulan, semua sudah diatur Tuhan).
Suaka memang dipilih untuk penamaan kedai kopi ini. Dilihat dari maknanya, maka Kedai Suaka diharapkan menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk para pengunjngnya layaknya sebuah rumah ‘home’ tempat pulang dan berlindung.
Kedai ini mengambil prinsip seperti budaya Sunda. Di pedesaan Pasundan, tamu yang merupakan kerabat dekat, biasanya bertamu langsung menuju dapur. Seperti kita ketahui bahwa sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat bilateral, garis keturunan ditarik dari pihak bapak dan ibu. Karena itu kerabat orang Sunda itu banyak sekali.
Bagi orang Sunda dapur atau pawon pada arsitektur tradisional masyarakat Sunda memiliki dua fungsi: (1) Fungsi sosial, yaitu sebagai wadah untuk aktivitas bersosialisasi antar penghuni rumah (khususnya wanita), bahkan dengan tetangga, misalnya: para wanita memasak sambil mengobrol, mendengarkan radio, menonton televisi, tiduran, mencari kutu bagi kaum ibu (sisiaran); (2) Fungsi ritual, yaitu sebagai ‘jembatan’ penghubung untuk berkomunikasi dengan para karuhun (leluhur) dengan cara menyimpan sajen dan membaca mantera-mantera di goah atau padaringan atau di empat sudut pawon untuk memohon keselamatan dan berkah.
Pawon juga ternyata memiliki dua makna: (1) Makna sosial; terungkap dalam kata-kata: “ pawon jantungna imah, keur hirup jeung huripna manusa “, artinya: dapur merupakan pusatnya rumah tinggal bagi aktivitas hidup dan kehidupan penghuninya. Dalam kata-kata tersebut mengandung makna bahwa ternyata bentuk asli rumah orang Sunda itu sebetulnya adalah pawon , karena (hampir) seluruh aktivitas hidupnya dilakukan di pawon ; (2) Makna ritual; terlihat pada kosmologis orang Sunda, bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka arwahnya tinggal di pawon selama tujuh hari, kemudian arwah tersebut pindah ke atas suhunan (atap) selama empat puluh hari, sehingga dikenal istilah tujuh poena (mengenang tujuh hari) dan opat puluhna (mengenang empat puluh hari). Selama arwah tinggal di pawon dan di atas suhunan , maka anggota keluarga yang ditinggalkan diwajibkan untuk berdoa dan menyimpan beberapa sajen di pawon agar arwah tersebut segera diterima oleh Tuhan.
(pojok pustaka bersama Si Maung)
Suaka juga mempunyai idealis ingin mencerdaskan bangsa (para pengunjung kedai). Karena itu, diadakan pula pustaka untuk kegiatan literasi para pengunjung. Tersedia perpustakaan kecil di salah satu pojok kedai. Para pengunjung bisa menyeruput kopi sambil membaca dan menikmati suasana dapur.
Setip bulan diprogramkan kegiatan literasi membaca karya yang diberi nama BAKAR. Dalam kegiatan Bakar ini pengunjung bebas membacakan karyanya atau karya orang lain. Karya bisa dalam bentuk puisi, prosa, lagu atau juga lantunan musik. Sampai bulan Juni 2018, Bakar sudah sampai pada volume VIII. Ada juga kegiatan beberapa workshop yang tidak berkala. Ada beberapa pihak yang meminta Suaka untuk menjadi tempat untuk menyelenggarakan workshop. Selain itu ada juga Pementasan teater di Suaka pada awal Juni 2018.
Salah satu catatan tentang kegiatan Bakar Volume VI:
Dibawah ini kutipan dari instagaram Kedai Suaka (https://www.instagram.com/p/BkbqQ0tDZcO/?taken-by=bersuaka):
Bersuaka Pementasan teater di Suaka pada awal Juni telah memberikan kami pengalaman yang menyenangkan. Teman-teman dari @katak_id mempersembahkan pementasan teater yang berjudul “Tikungan Maut” karya Tankred Durst yang disadur oleh Asrul Sani.
“Tikungan Maut” bercerita tentang sepasang kakak beradik yang tinggal didekat suatu tikungan yang terkenal berbahaya. Sang adik (diperankan oleh @farisdzaki) merasa bertanggung jawab, diiringi juga dengan sang kakak (diperankan oleh @adimuktipra). Kemudian datang seorang pejabat, yang menjadi korban tikungan yang selamat (diperankan oleh @bewokrapi). Dialog-dialog yang nakal memantik pikiran mampu menghanyutkan perhatian kami. Pertunjukan teater keliling ini lalu ditutup dengan diskusi tentang teater secara teknis hingga konsep.
Menonton teater keliling di pekarangan belakang Suaka menyadarkan kami bahwa terdapat berbagai kemungkinan proses kreatif lain yang bisa dilakukan. Ya, harapan kami kedepannya akan ada hal lainnya lagi. Semua belum selesai.
• katak_idPASTI KITA AKAN MAIN LAGIII DISANAA. sungguh gigs yang sugoy
Ada banyak cara untuk menikmati waktu Anda. Pilihan ada pada Anda. Suaka salah satu pilihan untuk sesekali dicoba ‘ agar kemandirianmu utuh lalu menjangkiti kanan kiri ’ begitu sebuah kalimat yang tertulis di dindding salah satu pojok Suaka. Mangga sadayana linggih ka Suaka! (Ch. Enung Martina)