MENGAJAR SEPERTI FINLANDIA BAGIAN 2
Tittle : Teach Like Finland
Author : Timothy D. Walker
Type of book : Non-fiction-education
Publisher : W. Norton & Company.
Publication year : July 2017
Number of pages : 270
Menghapus Perisakan (Bullying)
Sebagai guru, ada banyak yang dapat kita lakukan untuk memutus perisakan atau menghentikannya sebelum memulai. Strategi yang sudah dijelaskan yaitu mengenal setiap anak, Bermain dengan siswa, merayakan hasil belajar, mengejar mimpi kelas, adalah beberapa strategi yang menjadi langkah preventif untuk memperkuat rasa dimiliki dan memiliki di dalam kelas. Dengan kuatnya sense of belonging, perundungan atau perisakan akan tersingkirkan dengan sendirinya.
Namun, terkadang meskipun kita sudah melakukan yang terbaik untuk mendukung interaksi positif, perkataan dan perlakuan perundungan bisa saja terjadi. Pengertian perisakan atau perundungan sangat beragam. Seorang wartawan Rhosane Khamsi (2016) menyatakan bahwa cara paling umum untuk mendefinisikan perilaku perisakan adalah tindakan yang disengaja secara berulang-ulang dan agresif di mana si pelaku memiliki kekuatan yang lebih besar, terlepas dari apakah ketidakseimbangan kekuatan tersebut nyata atau hanay persepsi.
Di Finlandia ada program antibullying yang disebut KiVa, singkatan dari kiusaasmista vastaan yang berarti melawan perisakan. Program nasional ini signifikan memperbaiki kesehatan mental anak-anak yang diakibatkan oleh tingginya frekuensi perisakan.
Berkawan
Di Helsinki mengenal tradisi unik yaitu murid kelas VI (kelas besar) akan berpasangan dengan murid kelas 1 (anak baru). Sepanjang tahun kelas 6 membentuk tim dengan kelas 1 dalam berbagai acara. Hal yang sederhana dilakukan adalah mereka mengikuti beberapa pelajaran bersama-sama, kelas besar membantu adik kelasnya menyelesaikan pekerjaan sekolahnya. Catatan seorang guru kelas 1, Paula Havu, tentang kegiatan ini adalah:
Dengan 28 anak di dalam kelas, termasuk anak-anak yang ‘terintegrasi ‘, kami masih bisa pergi ke banyak tempat dengan sistem kawan ini, masih ada guru kelas 6 dan siwa-siswanya. Saya tahu bahwa setiap anak akan ditemani seorang kaka kelas. Dan siswa yang lebih tua, meskipun mereka masih tergolong remaja, saat mereka diberi tanggung jawab, ketika mereka dipercaya, mereka mendapat teman kecil yang dipasangkan dengan mereka, …. Mereka berubah. Siswa yang lebih tua tidak perlu tangguh. Mereka tidak perlu keren. Mereka hanya perlu menjaga teman kecil itu dan menjadi panutan.
Kemandirian
Kebiasaan di sekolah Finlandia, anak-anak diajari mandiri saat pergi dan pulang sekolah. Bahkan seorang anak kelas 2 sekali pun berjalan menuju sekolah dan rumahnya yang berjarak 1 km melalui pusat kota. Terkadang di apartemennya tak ada orang, tetapi anak ini mengerjakan sendiri untuk menyiapkan snacknya dan juga mengerjakan PR-nya.
Anak Finlandia tidak mempunyai gen mandiri dalam tubuh mereka. Mereka mempunyai kesempatan di rumah dan di sekolah untuk melakukan banyak hal sendiri tanpa bantuan orang lain. Melalui kesempatan ini, mereka lebih mampu mengarahkan dirinya sendiri sebagai pelajar yang mandiri. Sebagai seorang guru, mendorong siswa agar memiliki kemandirian merupakan hal yang teramat penting.
Mulai dengan Kebebasan
Guru biasanya akan memulai dengan larangan yang signifikan dan dengan filosofi pelepasan tanggung jawab secara bertahap. Untuk mencapai kemandirian dan perkembangan anak, pembelajaran dimulai dengan kebebasan yang signifikan. Seperti apa? Yaitu dengan memberikan kepercayaan untuk merealisasikan ide-ide mereka tanpa terlalu banyak intervensi guru.
Di sekolah tempt Timothy mengajar ada Minggu Belajar Mandiri. Caranya adalah para guru memberikan para siswa sebuah daftar tugas dari setiap mata pelajaran yang harus mereka lakukan. Diumumkan pada siswa untuk seminggu ke depan tak akan ada pelajaran seperti biasa (lazimnya). Sebagai gantinya siswa akan memiliki jam pelajaran terbuka, mereka bisa menyelesaikan tugas ini sesuai kecepatan mereka masing-masing. Para guru menunggu siswa yang tak memahami untuk meminta bantuan guru. Para guru tinggal berkeliling untuk melihat proses belajar mandiri itu berlangsung. Pada akhirnya para siswa mampu menyelesaikan tugas itu, meskipun ada beberapa anak yang memerlukan waktu tambahan.
Berdasarkan pengalaman di atas, para guru disarankan untuk memberikan kesempatan berisiko rendah kepada anak-anak lebih sering dalam proses pembelajaran. Mulai dengan kebebasan, dilakukan dengan mengadakan pre-tes, siswa diberi kesempatan untuk menunjukkan apa yang telah mereka ketahui di tahap awal belajar. Pra-tes dapat memberikan informasi kepada guru mengenai titik yang tepat untuk memulai pembelajaran.
Meninggalkan Batas
Dalam pelajaran kita, guru dapat memasukkan/memberikan batasan dalam pembelajaran kita. Namun, bila batasan itu diterapkan terlalu rapat, malah akan membuat anak terlalu terikat dan tidak membuat mereka berkembang secara natural. Di Finlandia prinsip ‘leave margins’ menjadi acuan para guru. Guru memberi banyak kesempatan untuk bekerja secara mandiri dengan bermakna.
Anak-anak memerlukan beberapa menit untuk tenang sebelum mengalihkan perhatian pada pelajaran mereka. Akan berguna bila guru menuliskan pesan yang harus dilakukan yang akan segera dibaca saat mereka masuk kelas. Mereka diberi waktu 5 menit untuk persiapan mandiri. Setelah itu secara otomatis mereka tahu bahwa mereka harus melakukan tugasnya. Saat waktu persiapan pribadi 5 menit, guru baru mulai dengan memeriksa PR, memeriksa ketertiban, menanyakan kesehatan, keadaan cuaca dll. Kenyataannya, ditemukan bahwa rutinitas ini dapat dilaksanakan secara efektif kapan pun siswa masuk kelas. Hal ini bertujuan untuk memberikan batas dan awal yang mulus untuk memulai pembelajaran.
Menawarkan Pilihan
Satu cara sederhana untuk menghubungkan minat siswa dengan kurikulum adalah dengan memberikan tugas yang lebih terbuka. Hal ini terkait dengan kritik pada Minggu Belajar Mandiri yang dirasa terlalu banyak tugas yang diberikan. Salah satu yang bisa dilakukan untuk tugas yang terbuka adalah memperbolehkan siswa untuk memilih buku sendiri yang mereka mintati dan mengulasnya pada saat pembelajaran membaca. Memberikan kebebasan untuk menyajikan laporan mereka dalam bentuk poster, slide, website, atau video. Dalam kebebasan tugas terbuka ini, mereka masih menunjukkan pemahaman atas elemen kurikulum wajib, tetapi mereka memberikan adanya fleksibilitas yang signifikan selama mereka bekerja.
Buat Rencana Bersama Siswa
Beberapa pengalaman kunci menegaskan pentingnya perencanaan bersama para murid. Hal ini terkait dengan kegiatan yang dirancang untuk kegiatan bersama dalam sebuah kelas. Berbagi tanggung jawab untuk menentukan arah pembelajaran adalah suatu hal yang masuk akal.
Rencana bersama bisa dibuat dengan memakai pola bagan TMT yang dikembangkan oleh Dona Ogle pada tahun 1980-an. Bagan tersebut adalah:
Hal – yang saya TAHU
Hal – yang MAU saya tahu
Hal – yang TELAH saya pelajari
Bagan TMT adalah suatu cara arif untuk membangun latar belakang pengetahuan dan membantu para siswa melihat bagaimana mereka semakin dewasa secara pengetahuan.
Buat Jadi Nyata
Di Sekolah tempat Timothy bekerja ada kegiatan pembelajaran tentang kewirausahaan, kehidupan sebagai pekerja, kewarganegaraan, dan ekonomi. Untuk memadukan pembelajaran tersebut dibuatlah sebuah kegiatan simulasi kehidupan masyarakat. Mereka menyulap ruangan menjadi miniatur kota yang dilengkapi dengan kantor wali kota, toko-toko, dan bank. Setiap murid diberi satu profesi (misalnya reporter, agen penjualan, penjaga, dll). Dalam kubikal mereka, anak-anak remaja tanggung ini mencermati jadwal harian mereka dan tanggung jawab kerja mereka di komputer tablet, dengan pendampingan seorang dewasa yang siap memberikan bantuan. Para guru bisa berkeliling atau mampir di ‘kafe’ yang menjual minuman dan aneka kue di kota miniatur ini.
Miniatur kota mulai hidup. Masyarakat dengan berbagai profesi mulai menjalankan tugasnya masing-masing. Mulai pula transaksi terjadi di sini. Para pebisnis mulai menjalankan bisnis mereka. Mereka mulai mengambil kartu bank dan mulailah transaksi jual beli terjadi. Maka kehidupan masyarakat nyata pun berpindah ke sekolah.
Kegiatan ini merupakan program Yritysky-la (Aku dan Kotaku). Program ini diselenggarakan oleh Dinas Informasi Ekonomi Finlandia (organisasi nirlaba yang sudah berusia 70 tahun lebih). Biaya program ini ditanggung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kotamadya, yayasan swasta, dan banyak perusahaan Finlandia.
Sebenarnya Program Saya & Kota Saya merupakan model pembelajaran yang terinspirasi dari program Amerika ‘BizTown’, yang dimulai oleh sebuah organisasi bernama Junior Achievement . Finlandia melaksanakannya dengan skala nasional.
Manfaat pembelajaran Saya & Kota Saya para siswa dapat menyelesaikan 2 survey untuk mengukur pengetahuan ekonomi dan perilaku menabung. Program tersebut meningkatkan minat siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan ekonomi dan menabung. Siswa belajar untuk hidup produktif, tidak konsumtif. Kerja tim dalam program itu mengajarkan tentang bersinergi dengan teman lain. Tak pelak lagi dalam proses model pembelajaran ini ada hambatan yang terjadi saat berkolaborasi di antara para siswa yang berperan sebagai pekerja. Di situ siswa belajar untuk menyelesaikan masalah dengan nyata. Jenis pembelajaran persis (seperti nyatanya) seperti inilah yang memberikan manfaat bagi semua siswa saat memasuki dunia kerja suatu hari nanti.
Pembelajaran keterampilan praktis seperti menjahit dengan jarum secara manual pun sudah diberikan di kelas sejak dini. Ada juga kelas pertukangan seperti bengkel kerja tukang kayu, mengelas, kelas ekonomi rumah tangga, memasak, mencuci piring, mengelola laundry, dan menjadi penjual-pembeli.
Satu faktor utama tujuan yang jelas dari model pembelajaran ini adalah membawa anak-anak belajar bagaimana cara hidup mereka yang nyata sekarang dan di masa depan. Implementasi strategi ‘membuat nyata’ bisa dilakukan dengan sederhana dalam kelas sesuai dengan situasi yang ada.
Tuntutan Tanggung Jawab
Guru-guru di Finlandia selalu mendengungkan kata ‘responsibility’ diulang-ulang. Ini menunjukkan tingginya tanggung jawab profesional mereka yang dibuktikan dengan tingginya kepercayaan profesionalisme yang mereka dapatkan. Status guru sangat dihargai di Finlandia. Untuk menjadi seorang guru berkualitas, orang Finlandia harus memiliki gelar yang setara dengan bidang magister di bidang pendidikan. Mahasiswa di di bidang pendidikan diharuskan untuk menyelesaikan suatu tesis magister dengan ketentuan yang ketat.
Sejak usia dini anak-anak Finlandia diberi kepercayaan yang berhubungan dengan tanggung jawab. Setiap hari sebagian besar anak Helsinki pergi dan pulang sekolah secara mandiri. Sejak sekolah di usia dini, anak-anak sudah bermain di taman sendiri tanpa pendampingan orang tua, anak-anak mengambil makanan sendiri ke kafetaria, mereka berjalan di lorong-lorong sekolah tanpa ditemani guru. Anak-anak ini dipercaya bisa mandiri karena orang dewasa di sekitarnya yakin mereka mampu sukses dengan cara mereka sendiri. Para pejabat dan orang tua Finlandia mempercayai guru lokal karena mereka menghargai profesionalisme para guru.
Ketakutan dan kurangnya kepercayaan pada anak berimbas pada kurangnya tanggung jawab yang berarti. Namun, ketika kita memberi kebebasan dan kepercayaan, maka tanggung jawab juga tumbuh dan berkebang pada anak itu. Pendekatan mulai dengan kebebasan merupakan sebuah pendekatan yang memasyarakatkan kepercayaan. Di dalamnya ada tuntutan tanggung jawab yang sangat besar. Kita dapat memberikan tanggung jawab kepada siswa dalam area pilihan. Ada risiko gagal ketika kita memberikan tanggung jawab pada anak. Namun, terus lakukan hingga menjadi suatu kebiasaan baik. Menjadi jelas bagi guru bahwa kita memiliki peran penting untuk menyuburkan tanggung jawab melalui pemberian kebebasan dan kepercayaan.
Berdasarkan pengalaman Timothy mengajar di Helsinki dan kunjungannya ke sekolah-sekolah di seluruh penjuru Finlandia, terkumpul beberapa strategi pengelolaan kelas untuk mengembangkan penguasaan yang terinspirasi dari para pendidik Finlandia. Inspirasi tersebut adalah ajarkan hal-hal mendasar, gunakan teknologi, berikan pendampingan, buktikan pembelajaran, dan diskusikan soal nilai.
(Bersambung ke bagian Teach Like Finland bagian 3-Ch. Enung Martina)